Oleh: Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd.*
Masa muda merupakan bagian dari rentang
kehidupan yang dijalani seorang manusia. Masa ini merupakan masa yang didamba
ketika kanak-kanak dan yang dikenang ketika sudah tua. Secara sunatullah pemuda
merupakan kelompok masyarakat yang
memiliki potensi lebih dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya.
Mereka memiliki pemikiran kritis yang
dapat memberikan masukan bagi kemajuan bangsa, agen perubahan bangsa yang dapat
mengubah suatu bangsa yang tertinggal menjadi bangsa yang unggul. Selain itu, pemuda
juga merupakan motor penggerak kemajuan.
Perjalanan sejarah bangsa Indonesia
mencatat nama-nama para pemuda yang berhasil mengukir bangunan Indonesia yang
diangankan, di antaranya Bung Karno, Sutan Syahrir, Bung Tomo, juga Kiai Ahmad
Dahlan. Yang paling fenomenal pada masa formatif Indoensia adalah adalah Sumpah
Pemuda yang merupakan ikrar para pemuda
Indonesia dari berbagai kelompok pemuda (seperti Jong Sumatranen Bond,
Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain) yang dengan brilian menyatakan tekad untuk
bersatu sebagai bangsa Indonesia, bertanah air satu, dan menjunjung bahasa
persatuan Bahasa Indonesia. Ikrar ini telah
menjadi sebuah momentum bangsa sebagai awal gerakan bangsa dalam menghadapi
penjajah yang telah mencerai-beraikan bangsa sehingga terpuruk dan tertindas.
Dalam sejarah agama-agama juga tercatat
banyak orang besar yang telah mengukir prestasi pada masa muda. Yang menonjol
adalah Nabi Ibrahim a.s. yang dengan keberaniannya menghancurkan
berhala-berhala yang disembah sebagian besar masyarakat pada waktu itu. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an, Nabi Ibrahim a.s., adalah
pemuda yang sering berdebat dengan kaumnya, menentang peribadatan kepada
patung-patung yang tidak dapat bicara, memberi manfaat dan mudharat (QS
Al-Anbiya:60-67). Demikian juga dengan pemuda-pemuda Ashabul Kahfi yang
merupakan pemuda-pemuda pilihan– yang tergolong
pengikut Nabi Isa a.s. Mereka adalah anak-anak muda yang menolak kembali ke agama
nenek moyang mereka, menolak menyembah selain Alloh SWT. Mereka bermufakat
mengasingkan diri dari masyarakat yang menentang kebenaran dan berlindung dalam
suatu gua, Al-Qur’an surat Al Kahfi ayat 9-26:”(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat
berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah
rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang
lurus dalam urusan kami (ini)’.” (Q.S. Al-Kahfi :
10). “Kami
ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya
mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka (Sang
Pencipta), dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”. (Q.S. Al-Kahfi : 13)
Fenomena pemuda sebagai pelopor dan
agen perubahan yang memiliki sekian potensi keunggulan tentu saja bukanlah
sesuatu yang “gratis”; kelebihan-kelebihan tersebut barulah potensi yang harus
diaktualisasikan dengan berbagai upaya dan kerja keras; tanpa usaha dan kerja
keras, boleh jadi kelebihan-kelebihan tersebut justru dapat berbalik menjadi
bahaya yang dapat menjerumuskan. Hal ini karena dari sudut psikologi masa muda ini
merupakan suatu masa pencarian diri. Baik dari segi fisik maupun mental manusia
muda mengalami berbagai fluktuasi yang menimbulkan kegelisahan. Dalam keadaan
tersebut banyak pemuda yang mampu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan sehingga
mencapai suatu prestasi luar biasa, tetapi banyak juga yang tertekan dan
terlempar dalam ketiadaan diri yang akhirnya terjerumus dalam suatu situasi
yang tidak menyenangkan dan menjadi beban masyarakat.
Dengan demikian, makna masa muda atau
kemudaan bukanlah sekadar fenomena alamiah yang semata-mata ada/terjadi,
melainkan sekaligus fenomena kemanusiaan, suatu upaya untuk memberi makna
kepada fenomena alamiah tersebut, dengan kata lain suatu perjuangan. Masa muda atau kemudaan tidaklah akan
memberikan banyak arti kalau manusia muda (pemuda) itu sendiri tidak melakukan
apa-apa, apalagi hanyut dalam arus zaman.
Dalam kaitan ini, menarik sekali untuk membaca apa yang ditulis oleh
penyair Sapardi Djoko Damono dalam puisinya berikut ini:
YANG FANA ADALAH WAKTU
Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa. "Tapi,
Yang fana adalah waktu, bukan?"
tanyamu. Kita abadi.
Waktu berlalu dan zaman beredar terus. Apakah
artinya masa muda? Tergantung pada apa yang dilakukan pemuda itu sendiri untuk
memberi makna pada kemudaannya. Pemuda yang memberi makna pada kemudaannya
adalah pemuda yang tidak hanyut dari arus zaman, malah sebaliknya bangkit
membina diri dan menyongsong masa depan dengan berbagai aktivitas yang
bermanfaat (“memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga”). Untuk menentukan masa depan pemuda harus terus
berkarya. Buat sebab-sebab yang akan diraih pada esok hari. Siapa yang mendaki
maka suatu saat dia akan bertemu dengan orang-orang yang mendaki juga di puncak
sana. Biarlah waktu terus berjalan
tetapi kita tetap berjalan merangkai kegiatan menjadi suatu yang indah. Selamat
berkarya dan berjuang meraih masa depan sesuai harapan.
*Penulis adalah Ketua Jurusan di Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Muhammadiyah Malang