Pagi buta saat aku masih
nyenyak dalam tidur, sahabatku yang bernama Ayu masuk ke kamar dan
membangunkanku dengan penuh paksa. Dia datang dengan suara yang parau dibarengi
dengan linangan air mata yang tak mau berhenti. Aku kaget setengah mati melihat
dirinya yang menangis tersedu-sedu. Aku mencoba menenangkannya dan menyuruhnya
mengatur nafas agar dia bisa mengatakan
dengan jelas kepadaku, tapi masih dengan tangisannya yang tersedu-sedu
dia mulai membuka mulutnya. Dengan suara yang masih parau samar-samar kudengar
dia mengatakan sesuatu yang mengejutkanku. Bagai disambar petir aku
mendengarkannya. Tak percaya, benar-benar aku tidak percaya dengan apa yang dia
katakan. Tanpa ada komando, tangisku pun meledak. Kami berpelukan terhanyut
dalam tangisan yang semakin dalam.
“Bang..un.. ba..ngun Tikaa.. baa..nguun..” Ayu
membangunkanku dengan suara parau.
“Hei, ada apa? Tenang, atur
nafas dulu..” Kataku.
“Fan..di.. Faaan..dii..”
Jawabnya dengan terbata-bata.
“Iyaa.. kenapa Fandi?”
Tanyaku dengan hati dag dig dug.
“Faan..di..
meeniingg..aall..” Air matanya berlinang dengan deras.
“A..paa?? Faan..dii..
meeninggaall??” Tanyaku tak percaya.
Tangisku pun meledak, air
mata jatuh tak tertahan. Kami pun saling terisak dan berpelukan. Tak lama
kemudian, handponeku berbunyi.
Tertera nama Tama di handpone nokia
itu. Langsung saja aku mengangkatnya. Aku tahu apa yang akan dia katakan.
“Haa..lloo..” Sapaku masih
dengan tangisan.
“Faan..dii.. Fann..dii..
meeninggaal..” Katanya dengan terbata-bata.
“Iya..aa.. aku udaah taa..hu.. A..yu.. di sin..ii..” Jawabku
dengan ledakan tangisan.
“Udaah.. tenang yaa..
sabaar..” Tama mencoba menenangkanku.
“Faan..dii.. Faan..dii..
Fandii..” Isakku pun semakin menjadi.
“Tenaaa..ang.. yaa..
saa..baar.. Aku tunggu di rumah yaa”
“Iyy…yaaa.. nantii a..ku
kaba..rii”
Telepon pun terputus. Aku
dan Ayu kembali berpelukan lagi, masih dengan isak tangisan yang menjadi-jadi.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Bikiny Bottom,
itulah nama untuk persahabatan kami. Aku, Ayu, Tama, Fandi, dan Lutfi. Nama Bikiny Buttom kami ambil dari film
kartun Spongebob, karena kami sangat menyukai film kartun itu. Aku yang diberi
julukan Petrick karena perawakanku sedikit gemuk dan pedek. Ayu si Plankton,
dia mendapat nama itu karena perawakannya kecil. Tama dengan hidungnya yang
mancung menduduki peran sebagai Squitward. Fandi si Mister Krabs, tubuhnya
gemuk, berkulit sawo matang dan lucu. Terakhir Lutfi, karena dia sedikit lambat
dan anaknya yang kalem membuat kami menyamakannya dengan Gerry, siput
peliharaan Spongebob. Saat itu aku duduk di bangku kelas 2 SMP, Ayu satu tahun
di atasku yang berarti dia kelas 3 SMP, dan ketiga lelaki itu duduk di bangku
kelas 2 SMA. Jadi kami terpaut usia 3 tahun. Kami melewati hari dengan
kebersamaan, penuh canda tawa dan suka cita. Kami jalan-jalan bersama,
merayakan malam tahun baru berlima, melewati malam takbiran bersama. Mereka
layaknya kakak-kakak yang membimbing dan menjagaku. Aku sangat menyayangi
mereka.
Persahabatan kami dimulai
dari ketidaksengajaan ketika aku dan Ayu menjalankan rutinitas mingguan, jogging di Alun-alun kota. Saat itu kami
bertemu dengan Rifka yang sedang duduk-duduk di taman. Kami menghampirinya,
ngobrol lumayan lama dan tiba-tiba datanglah tiga orang lelaki menghampiri
kami. Yang pertama kurus tinggi dengan wajah yang sedikit sok dan sombong.
Kedua, lelaki dengan perawakan gendut dan mempunyai warna kulit sawo matang.
Ketiga, lelaki yang pendiam, kalem, tidak banyak ngomong. Dalam hatiku, siapa
ketiga lelaki ini. Sombong sekali muka mas yang satu ini. Ternyata mereka
adalah teman Rifka. Walaupun jarak mereka terpaut sekitar 2 tahunan. Akhirnya
aku tahu dari cerita Rifka bahwa mereka bertiga itu adalah teman kakaknya. Kami
pun diperkenalkan oleh Rifka, saling berjabat tangan sambil menyebut nama.
Tiga hari kemudian, handphoneku berbunyi, ternyata ada
sebuah pesan masuk dari nomor yang tak kukenal. Ternyata pesan itu dari Fandi,
ia mengajak aku dan Ayu jalan-jalan sekadar membeli es cream. Kami berlima pun akhirnya bertemu, langsung akrab
layaknya sudah lama kenal. Pertemuan kami berlanjut, kami sering berkumpul
bersama. Hingga kami pun memberi nama Bikiny
Buttom untuk persahabatan kami. Kami sering memanggil satu sama lain dengan
nama tokoh yang ada pada film kartun tersebut. Suka duka kami lalui bersama.
Kami pergi ke pantai, berenang, makan bersama-sama. Persahabatan kami begitu
indah.
Suatu hari terdengar kabar
bahwa Fandi jatuh dari motor, kami pun segera menjenguknya. Kami mendatangi
rumahnya, Fandi si Mister Krabs yang ceria tidak memperlihatkan sakitnya sama
sekali. Memang tidak ada luka bekas dia jatuh, dia hanya bilang sedikit sakit
di bagian punggungnya. Kami pun menganggapnya biasa dan tidak berpikiran
macam-macam. Di rumahnya pun kami bercanda, tertawa bersama seperti biasanya.
Malam semakin larut hingga akhirnya kami pun berpamitan pulang. Rumah Tama,
Fandi, dan Lutfi berdekatan. Rumahku dan Ayu sedikit jauh dari rumah Fandi.
Ujian kelulusan pun semakin
dekat, sehingga membuat kami menjadi jarang bertemu lagi karena mempersiapkan
ujian. Kami juga jarang memberi kabar.
Ujian berlangsung selama seminggu. Setelah aku dan Ayu selesai ujian,
berganti Tama, Fandi, dan Lutfi yang ujian. Ujian pun berlalu, kami janjian
untuk berkumpul lagi malam itu. Tetapi tak ada kabar dari Fandi, hingga
akhirnya kami pun sepakat untuk berkunjung ke rumahnya. Tak disangka kabar yang
mengagetkan datang dari kakak Fandi. Kak Nita memberi tahu bahwa Fandi sedang
dirawat di ruang ICU. Spontan kami kaget dan meminta Kak Nita untuk
menceritakan apa yang terjadi.
“Setelah jatuh dari motor
itu, memang tidak ada luka pada tubuh Fandi. Hanya saja dia mengeluh
punggungnya sakit. Kami pun membawanya ke dokter. Hasil Laboratorium
mengambarkan bahwa tulang ekor Fandi bermasalah hingga akhirnya menjalar
mengenai syaraf otak. Kami membawanya ke luar kota untuk penanganan medis lebih
lanjut lagi. Keadaanya semakin membaik, kami membawanya pulang. Seminggu di
rumah keadaanya memburuk. Dia mengalami kelumpuhan. Akhirnya kami membawa ke Rumah Sakit dan dia
langsung masuk ICU. Saat ini tidak ada yang boleh masuk menjenguknya”. Jelas
Kak Nita, kakak Fandi dengan mata basah.
Kami berencana keesokan
harinya menjenguk Fandi di Rumah Sakit, walaupun tidak diperbolehkan masuk
mendekat, kami hanya ingin melihatnya dari balik kaca. Tetapi Tuhan berkehendak
lain, Ia tak mengijinkan kami menemui Fandi. Tuhan menjemputnya sebelum dia sempat berpamitan pada kami,
sebelum kami sempat melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya.
Fandi si Mister Krabs. Dia
selalu ceria, selalu menampakkan kebahagiaan, selalu membuat kami tertawa.
Tetapi dibalik itu semua ternyata ia menyimpan luka, menyimpan duka yang tak
ingin diketahui oleh kami. Dia tidak ingin kami bersedih. Ia hanya ingin
melihat kami bahagia, bahagia bersama-sama dengannya. Bahagia di sisa waktu
yang ia punya. Dia pergi tanpa pamit. Dia pergi tak untuk kembali. Dia pergi
untuk selamanya.
Nama : Yessy Kusuma Wardhani
Nim : 201110080311071
Kelas : 5B, Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
(Angkatan 2011)