Sabtu, 01 Februari 2014

KILAS BALIK DAN KEKUATAN SASTRA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Sabtu, Februari 01, 2014 By Unknown


 Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sastrawan terkenal di Indonesia.Sastrawan yang lahir di Blora – Jawa Tengah pada 6 Februari 1925 ini karyanya yang kental dengan kebudayaan serta politik banyak diminati oleh masyarakat.
“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” (Magda Peters, 233).Kutipan tersebut adalah kutipan kalimat pada salah satu novel Pramoedya Ananta Toer. Dia seorang sastrawan yang karya-karyanya sangat menginspiratif  banyak orang. Bahkan banyak buku-bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Asing. Lelaki yang benama lengkap Premoedya Ananta Toer ini memang gemar sekali menulis, baik artikel maupun menulis fiksi atau novel. Dia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia.
Pada masa kemerdekaan Indonesia, dia mengikuti kelompok militer di Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Dia menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda di Jakarta pada tahun 1948 dan 1949. Pada 1950-an dia sanggup tinggal di Belanda sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya dia menjadi anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap korupsi. Dia menciptakan fiksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.
Paman Pram merupakan kritikus yang tidak mengacuhkan pemerintahan Jawa pada keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara terkenal mengusulkan bahwa harus dipindahkan ke luar Jawa. Pada 1960-an dia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan Pro-Komunis Chinanya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan dia ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya di pulau-pulau di sebeluah timur Indonesia.
Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang .
Selama masa penahanannya di Pulau Buru dia dilarang menulis, namun tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh utamanaya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.
Selama masa itu dia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Dia juga menulis Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995), Autobiografi berdasarkan tulisan yang ditulisnya untuk putrinya namun tidak diizinkan untuk dikirimkan, dan Arus Balik (1995).
Sebenarnya bukan hanya itu karya-karya Pramoedya yang memiliki kekuatan sastra dan politik, tetapi masih banyak lagi buku-bukunya yang menyangkut pemikiran serta kepedulian terhadap rakyat. Pemikiran serta kekuatan sastranya dapat membawa pembaca melayang dan ingin menjadi pahlawan pembela rakyat. Apalagi pada zaman seperti sekarang ini, mungkin nostalgia dengan membaca novel lama khususnya karya Paman Pram, sangat cocok untuk keadaan negara yang saat ini sedang kolep akan politik.
Sekilas tentang paman Pram, semoga dapat menginspirasi kita semua. Dengan membaca karya sastranya semoga kita dapat belajar politik dan kekuatan sastra yang takkan lekang oleh waktu. (Oleh Rudy Hartono)